Monday, June 3, 2019

Sinopsis Buku "Technological Catch-Up Industri Farmasi Indonesia"



Judul Buku                  : Technological Catch-Up
                                      Industri Farmasi Indonesia
Penulis                         : Lutfah Ariana, Dian Prihadyanti, Hartiningsih, Ikbal 
                                      Maulana, dan Purnama Alamsyah
Penerbit                       : LIPI Press
Tahun Terbit                : 2015
Jumlah Halaman          : 114 halaman

            Selama satu dekade terakhir, sektor farmasi global telah mengalami perubahan yang sangat besar. Berakhirnya paten dari sebagian obat-obatan berimplikasi pada perusahaan-perusahaan transnasional berbasis litbang di negara maju untuk meninjau kembali model bisnisnya dan beradaptasi pada perubahan yang ada.
            Industri farmasi dikenal berperan vital bagi masyarakat, terutama dalam menjaga kesehatan dan menghasilkan obat untuk mengatasi berbagai penyakit. Selain itu, dilihat dari segi permintaannya, industri farmasi di Indonesia merupakan salah satu industri yang berkembang cukup pesat dan merupakan pasar farmasi terbesar di kawasan Asia Tenggara. Namun, jika dilihat dari omzet penjualan secara global, pasar farmasi Indonesia tidak lebih dari 0,44% dari total pasar farmasi dunia. Hal ini disebabkan angka konsumsi obat per kapita hanya mencapai kurang dari US$7,2 per kapita/tahun dan merupakan salah satu angka terendah di kawasan Asia Tenggara.
            Rendahnya konsumsi obat per kapita Indonesia tidak hanya disebabkan oleh rendahnya daya beli, tetapi juga pola konsumsi obat di Indonesia berbeda dengan negara Asia Tenggara lainnya. Di Malaysia misalnya, pola penggunaan obat lebih mengarah ke obat paten.
            Salah satu perusahaan farmasi asing pernah mengupayakan untuk membuat industri kimia besar di Indonesia, tetapi sulit mendapatkan bahan baku obat.
Technological Catch-Up adalah akumulasi yang cepat dari kemampuan teknologi ke tingkat yang memungkinkan bagi negara atau perusahaan untuk menjadi leader dalam teknologi tertentu. Dalam upaya mengatasi ketertinggalan teknologi, ada beberapa perspektif yang bisa digunakan untuk memahaminya yang terdiri dari tiga level yaitu :
1.      Level Nasional.
2.      Level Industri.
3.      Level Perusahaan.
Faktor pendorong Technological Catch-Up, menurut OECD, faktor-faktor yang terlibat dalam inovasi dapat dibagi ke dalam lima kategori pemain kunci, yakni pemerintah, bridging institution, perusahaan swasta, universitas, dan institusi terkait, serta organisasi publik dan swasta lainnya.
Industri farmasi merupakan industri yang sangat bergantung pada kegiatan litbang dengan kompetensi teknologi dan penciptaan inovasi menjadi faktor penting dalam mendukung keberlangsungan dan pertumbuhan perusahaan. Kecenderungan industri farmasi setelah tahun 1980 dimulai dengan keberhasilan komersial inovasi radikal yang dilakukan industri farmasi, seperti dihasilkan insulin, rekombinan, hormon pertumbuhan manusia, interferon, tissue plasminogen activator ( TPA ), dan erythropoietin ( EPO ).
Dilihat dari perkembangannya, industri farmasi Indonesia relatif masih muda dibandingkan dengan industri farmasi di negara-negara maju. Industri ini mengalami pertumbuhan yang cukup pesat sejak zaman Orde Baru. Industri bahan baku dalam negeri secara bertahap juga telah dikembangkan. Beberapa bahan baku obat yang cukup penting, seperti paracetamol, etambutol, salicylamid, kanamisin, trimetoprim, dan bahan-bahan obat yang berasal dari alam telah dapat diproduksi di dalam negeri. Meskipun demikian, sebagian besar kebutuhan bahan baku obat masih harus diimpor.
Pengembangan industri bahan baku obat dalam negeri bukan masalah yang sederhana dan mudah. Masalah yang dihadapi, antara lain daya serap pasar masih kecil dan belum mencapai kapasitas yang ekonomis dan memadai. Sementara  itu, investasi permodalan dan teknologi untuk industri bahan baku sangat besar. Untuk itu, jangkauan pemasarannya perlu diperluas, tidak hanya untuk konsumsi dalam negeri, tetapi juga harus dapat menembus pasar internasional, terutama di kawasan Asia.
Pada masa mendatang, perusahaan farmasi nasional Indonesia belum mampu bersaing pada segmen pasar obat paten / obat inovatif. Lebih dari itu, industri farmasi Indonesia belum mampu mencapai penemuan obat baru sebab masih banyak kendala terutama dari aspek investasi.
Oleh karena itu, perlu dilakukan loncatan teknologi dalam upayanya mengatasi ketertinggalan. Karena industri farmasi nasional belum ada yang melakukan terobosan baru tersebut. Hal ini disebabkan industri farmasi nasional lebih tertarik untuk memenuhi kebutuhan pasar akan produk farmasi yang umum dibutuhkan masyarakat, yaitu produksi dan pemasaran obat yang sudah off patent ( obat generik ).
Salah satu bentuk pengembangan formulasi melalui kegiatan litbang yaitu pengembangan  New Delivery System ( NDS ) dan penelitian obat herbal. NDS yang sangat mungkin dikembangkan adalah teknologi pelepasan lambat untuk obat tertentu. Pengembangan obat herbal mempunyai prospek yang sangat baik. Contoh ekstrak temu lawak mampu menurunkan LDL kolesterol yang khasiatnya sejajar dengan Lipitor.
Sekitar tahun 1985, pada masa kepemimpinan Habibie sebagai Menteri Riset dan Teknologi telah diupayakan pengembangan bioteknologi dengan diselenggarakannya Kongres Mikrobiologi. Sampai akhirnya pada awal 1990, dibentuk Lembaga Biologi dan Molekuler yang dikenal dengan Lembaga Eijkman.
Kebijakan yang mendukung kemajuan industri farmasi juga diwujudkan melalui Rakornas Ristek 2011 yang melibatkan Ristek Litbangkes, dan industri farmasi. Dalam rapat tersebut difokuskan dalam pengembangan vaksin, obat malaria, obat bahan alam ( obat kolera, diabetes, hipertensi, dan asam urat ), dan alat USG.
Perusahaan-perusahaan nasional bisa mengungguli perusahaan multinasional, karena produk farmasi dipenuhi oleh obat-obat yang usai patennya. Awal kemampuan produk perusahaan nasional masih lemah dan dengan keuntungan ekonomi yang juga rendah. Saat ini kemampuan produksi nasional sudah semakin tinggi. Standar produk juga sudah mampu dicapai atau tidak berbeda dengan standar produk yang ditetapkan perusahaan internasional.
Keunggulan dari sebuah industri farmasi bergantung pada tingkat keunikan atau diferensiasi produk yang mencerminkan level yang lebih tinggi dalam hal kapabilitas teknologi dan inovasi. Beberapa perusahaan farmasi mengupayakan strategi secara bertahap melalui rangkaian kegiatan yang berbeda, seperti tantangan terhadap penggunaan paten yang sudah kadaluarsa, pengembangan mandiri terhapa formulasi baru, dan pengembangan sistem pendistribusian obat baru, seperti substansinya atau kegiatan lain seperti branding obat generik.
Beberapa perusahaan yang tidak bergerak dalam pengembangan obat baru berbasis biologi molekuler akan mengupayakan peningkatan kapabilitas teknologi melalui ekspansi ke pengembangan produk lain, seperti makanan dan minuman suplemen, serta jamu.



No comments:

Post a Comment