Monday, June 3, 2019

Sinopsis Buku "Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah di Perkotaan"



Judul Buku                  : Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah di Perkotaan
Penulis                         : Wati Hermawati, Hartiningsih, Ikbal Maulana, Sri Wahyono, dan Wahyu Purwanta
Penerbit                       : Plantaxia
Tahun Terbit                : 2015

            Sampah merupakan salah satu jenis biomassa yang ketersediannya dari hari ke hari cukup melimpah, terutama di kota besar. Sampah juga menjadi perhatian banyak pihak, karena berhubungan langsung dengan kebersihan dan keindahan lingkungan dan kesehatan masyarakat, terutama di perkotaan. Sampah yang tidak ditangani dengan baik dapat mengundang binatang pembawa kuman penyakit seperti tikus dan serangga yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Di berbagai kota besar, jika sampah tidak ditangani dengan baik maka bisa mengakibatkan banjir.
            Sumber sampah diperkotaan dibedakan berdasarkan tempat di mana sampah tersebut terbentuk atau terkumpul. Sumber-sumbernya adalah sebagai berikut :
a.       Sampah pemukiman,
b.      Sampah pertanian dan perkebunan.
c.       Sampah dari kegiatan bangunan dan konstruksi gedung.
d.      Sampah dari sektor perdagangan.
e.       Sampah yang berasal dari lembaga pendidikan, kantor pemerintah, dan swasta.
f.       Sampah dari industri.
Menurut banyaknya, sampah dapat dibedakan menjadi sampah padat dan sampah cair, sedangkan berdasarkan sifatnya sampah dibedakan menjadi sampah organik dan anorganik. Sampah organik adalah sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, sayuran, daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah menjadi pupuk kompos. Sampah anorganik adalah sampah yang tidak mudah membusuk seperti plastik, botol, kaleng, dan sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk membuat kerajinan tangan.
            Pengelolaan sampah di perkotaan melibatkan berbagai pihak seperti sektor pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Para pelaku yang terkait adalah petugas penyapu jalan, petugas pengangkut sampah, petugas tempat pembuangan sementara dan akhir, serta petugas administrasi dan pelayanan lainnya.
            Pertambahan jumlah penduduk di kota-kota besar cenderung mengakibatkan sampah semakin menumpuk. Untuk mengurangi permasalahan itu, Trihadiningrum mengusulkan beberapa cara untuk menangani sampah kota yaitu :
a.       Pencegahan.
b.      Minimisasi.
c.       Pemanfaatan kembali ( reuse ).
d.      Daur ulang ( recycling ).
e.       Perolehan energy ( energy recovery ).
f.       Pembuangan akhir.
Namun, pengelolaan sampah masa depan harus berubah tetapi tetap menggunakan konsep 3R yaitu reduce, reuse, dan recycle.
Sebagian besar sampah secara potensial bisa dimanfaatkan. Sampah organik bisa dijadikan pupuk kompos, sementara sebagian sampah anorganik masih bisa didaur ulang. Rantai nilai industri daur ulang ini telah berjalan di beberapa kota besar, dengan melibatkan pemulung yang mengais-ngais sampah, pengepul, sampai pemodal besar yang mengelola kembali bahan daur ulang menjadi produk yang laku dijual di pasar. Namun, keberadaan industri daur ulang ini belum mampu menuntaskan persoalan sampah.
Di Surabaya, semula sampah anorganik yang bisa didaur ulang dikumpulkan di RT masing-masing, lalu dijual ke pengepul dan hasil penjualannya digunakan untuk keperluan bersama. Namun, cara ini nampaknya tidak membuat semua orang tertarik untuk memilah dan mengumpulkan sampah anorganik mereka. Karena ini Unilever pada tahun 2010 mengadopsi bank sampah, yang sudah beberapa tahun sebelumnya dirintis di Bantul, Yogyakarta. Saat ini ada lebih dari seratus bank sampah di Surabaya yang dibina Unilever.
Pemanfaatan sampah kota untuk tujuan komersial yang telah berkembang di masyarakat diantaranya adalah pembuatan pupuk organik, pembangkit listrik, pembangkit gas bio, bank sampah, dan usaha daur ulang.
Di tingkat pusat, penanganan sampah di perkotaan telah dilakukan oleh beberapa kementrian terkait. Di tingkat pemerintah daerah, penanganan sampah dilakukan oleh pemerintah setempat melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan atau Unit Pelaksana Teknis di bawah suatu dinas yang bertugas khusus mengelola sampah atau kebersihan. Tetapi, untuk menanggulangi sampah bukan masalah mudah. Semakin meningkatnya jumlah penduduk akan diikuti dengan semakin tingginya tingkat konsumsi, yang berakibat terhadap peningkatan jumlah sampah.
Instansi pemerintah yang terkait dengan pengelolaan sampah baik di tingkat pusat maupun daerah, antara lain :
1.      Kementerian Lingkungan Hidup ( KLH ).
Salah satu tugas KLH adalah merumuskan kebijakan terkait dengan lingkungan hidup. Salah satunya terkait dengan kebijakan dalam penanganan sampah di Indonesia.
2.      Kementerian Pekerjaan Umum.
Peran Kementerian Pekerjaan Umum dalam persampahan antara lain :
a.       Pengaturan, termasuk penetapan kebijakan dan strategi nasional dalam pengembangan sarana dan prasarana persampahan.
b.      Pembinaan, antara lain fasilitasi penyelesaian permasalahan sampah antar provinsi.
c.       Pembangunan, antara lain fasilitasi penyelenggaraan dan pembiayaan dalam pembangunan sarana dan prasarana persampahan secara nasional.
d.      Pengawasan, antara lain pengawasan dan pengendalian pengembangan persampahan secara nasional.
3.      Unit Pelaksana Teknis Dinas ( UPTD ).
UPTD adalah unit di bawah dinas yang mengelola kebersihan sehingga lebih memberikan tekanan pada masalah operasional dan lebih mempunyai otonomi dibandingkan dengan posisi eselon IV atau seksi dalam organisasi pemerintah daerah.

4.      Dinas Kebersihan dan Pertamanan ( DKP ).
DKP adalah dinas yang mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintah daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
5.      Perusahaan Daerah ( PD ) Kebersihan.
PD Kebersihan merupakan salah satu organisasi di bawah pemerintah daerah Kota Bandung yang bersifat semi komersial. Pada prinsipnya, perusahaan daerah ini tidak lagi mendapatkan subsidi dari pemerintah daerah Kota Bandung sehingga biaya operasional banyak ditentukan oleh pendapatan perusahaan, misalnya dari penarikan retribusi.
6.      Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup ( BPLH ).
Selain Dinas Kebersihan, salah satu lembaga teknis daerah yang menangani sampah adalah BPLH. Di Bandung, BPLH bertanggungjawab atas pengelolaan lingkungan hidup, yang meliputi perencanaan lingkungan hidup, pengelolaan air tanah dan energi, serta rehabilitasi lingkungan hidup. Untuk penanganan sampah, BPLH bekerja sama dengan PT. Unilever melakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui program Bandung Green & Clean sejak tahun 2009 sampai tahun 2012. Program Green and Clean adalah pemilahan sampah, daur ulang, pembuatan kompos, dan penghijauan.
            Di beberapa negara, limbah elektronik telah menjadi petaka lingkungan akibat pengelolaannya yang sembrono. Namun, jika dikelola dengan benar, petaka lingkungan dapat diminimalisir. Limbah elektronik dapat berubah menjadi sumber berkah. Di dalamnya mengandung berbagai material berharga terutama logam mulia dan logam tanah langka. Upaya menambang material berharga dari limbah elektronik dikenal dengan istilah urban mining.
            Ide, konsep, dan upaya urban mining didorong oleh semakin menurunnya material hasil penambangan alam. Sumber-sumber tambang semakin menipis stoknya. Bahkan di beberapa lokasi penambangan, material yang ditambang sudah habis. Dengan melakukan penambangan material di dalam kota, kerusakan alam akibat penambangan dapat dicegah dan mencegah munculnya penambangan yang baru sehingga stok SDA di lingkungan alaminya tetap tersimpan untuk anak cucu kita nanti.
            Jika di awal abad ke 19 masalah sampah hanya dikaitkan dengan masalah kesehatan manusia ( timbulnya bau dan lalat ), maka dua abad kemudian masalah sampah sudah terkait dengan masalah lingkungan global. Hal ini dikaitkan dengan dampak akumulasi sampah di tempat pembuangan akhir berupa emisi Gas Rumah Kaca ( GRK ).
            Di Indonesia, Tempat Pembuangan Akhir ( TPA ), sampah tidak dikelola dengan baik. TPA di Indonesia merupakan tempat pembuangan terbuka. Akibatnya terjadi pencemaran air dan tanah. Sementara gas-gas yang dihasilkan adalah gas metana ( CH4 ), karbon dioksida ( CO2 ), dan sejumlah gas lain yang termasuk gas rumah kaca yang diduga menyebabkan efek rumah kaca sebagai pemicu pemanasan global. Upaya pengelolaan gas CH4 dan gas rumah kaca lainnya di TPA sampah umumnya adalah dengan mengurangi sampah organik di sumbernya, misalnya melalui pengomposan. Sedangkan yang kedua adalah mengelola emisi di TPA khususnya bagi TPA yang sudah ada. Pengelolaan gas bio di TPA umumnya dilakukan dengan pembakaran atau pemanfaatan untuk energi panas dan listrik.

No comments:

Post a Comment