Judul Buku : Teknologi Pengolahan Air
Kotor dan Payau Menjadi Air Bersih dan Layak Minum
Penulis : Perdamean Sebayang,
Muljadi, Anggito P. Tetuko, Candra Kurniawan, Ayu Yuswita Sari, dan Lukman F.
Nurdiyansah
Penerbit : LIPI Press
Tahun
Terbit : 2015
Air
yang merupakan senyawa H2O adalah bagian paling penting dalam
kehidupan. Manusia tidak dapat dipisahkan dengan air. Hampir 85% tubuh manusia
mengandung air dan semakin tinggi aktivitas, maka semakin tinggi pula air yang
dibutuhkan. Manfaat dan fungsi dari air dalam tubuh manusia adalah sebagai
media penghantar, nutrisi, vitamin, mineral, dan oksigen ke organ dan sel-sel
tubuh.
Air
bersih dan sehat tidak hanya memiliki karakteristik air yang tidak berwarna,
tidak berbau, dan tidak berasa. Air juga harus bebas kontaninan kimiawi atau
mikrobiologi. Air bersih memiliki standar persyaratan tertentu, yaitu
persyaratan fisika, kimia, dan biologi. Syarat tersebut merupakan satu
kesatuan. Jika salah satu parameter tidak memenuhi syarat, maka air tersebut
tidak layak untuk digunakan atau dikonsumsi. Air bersih yang tidak memenuhi
standar kualitas dapat menimbulkan beragam gangguan kesehatan, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Konsumsi air yang tidak layak untuk diminum akan
mengganggu kesehatan karena dapat menyebabkan penyakit tipus, kolera, disentri,
diare, hepatitis, dan polio.
Masyarakat
selama ini sering mengonsumsi air yang diambil dari sumur dan PDAM ( Perusahaan
Daerah Air Minum ). Semakin majunya teknologi, masyarakat memilih cara yang
lebih praktis dan lebih murah dalam memenuhi kebutuhan air minum yaitu air
minum isi ulang.
Sebenarnya,
sumber air cukup melimpah, terutama dari sumber air asin atau payau. Berdasarkan
realita ini, maka manusia berupaya untuk mengolah air kotor, asin, dan payau
menjadi air bersih dan layak minum. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dan
taraf kehidupan, khususnya di perkotaan, maka jumlah kebutuhan air juga akan
selalu meningkat. Namun, akses untuk mendapatkan air yang bersih semakin
terbatas dan mahal.
Sumber
air minum dapat berasal dari air sumur, sungai, danau, payau, dan laut. Untuk
mengolah air-air tersebut agar dapat dikonsumsi, perlu teknologi pengolahan
air, seperti filtrasi dan evaporasi / desalinasi.
Pemerintah
belum mampu memenuhi kebutuhan sarana sanitasi secara layak dan sehat. Sebanyak
70% sumur dangkal yang digunakan masyarakat masih tercemar bakteri Escherichia
Coli ( E-Coli ). Kualitas sumber air dari sungai-sungai di Indonesia umumnya
tercemar oleh limbah penduduk dan industri lainnya.
Sumber
air kotor, asin, dan payau yang biasa digunakan berasal dari air tanah. Air
tanah ini menjadi salin atau asin karena instrusi air laut atau merupakan
akuifer air kotor, asin, dan payau alami. Air permukaan yang payau jarang
dipergunakan, tetapi mungkin dapat terjadi secara alami.
Air
kotor, asin, dan payau dapat memiliki kadar TDS sebesar 1.000-10.000mg/liter
dan secara tipikal terkarakterisasi oleh kandungan karbon organik rendah dan
partikulat rendah ataupun kontaminan koloid. Beberapa komponen yang terdapat
dalam air kotor, asin, dan payau seperti boron dan silika memiliki konsentrasi
yang bervariasi dan dapat memiliki nilai yang beragam dari satu sumber dengan
sumber lainnya. Faktor penting dalam optimasi sistem reverse osmosis air kotor,
asin, dan payau adalah karakteristik akurat dari air umpan yang spesifik.
Proses
reverse osmosis untuk desalinasi air kotor, asin, dan payau memiliki beberapa
karakteritstik yang berbeda dengan desalinasi air laut diantaranya :
1.
Rancang
bangun modul membran reverse osmosis untuk disalinasi air kotor, asin, dan
payau pada umumnya hanya terdiri atas satu tahap saja mengingat kadar garam
umpan yang tidak terlalu tinggi.
2.
Recovery
air lebih tinggi bila dibandingkan dengan desalinasi air laut.
3.
Suhu
umpan kadang-kadang sangat tinggi sehingga harus diturunkan terlebih dahulu
agar tidak merusak modul.
4.
Air
kotor, asin, dan payau memiliki tingkat salinitas tinggi yang berarti
mengandung klorida yang tinggi pula. Air kotor, asin, dan payau mengandung
kadar klorida sebesar 500-5.000 mg/liter dan memberikan rasa asin pada air.
Baku mutu untuk air bersih, kadar klorida maksimum yang diperbolehkan adalah
600mg/liter.
Proses desalinasi yang
selama ini dilakukan adalah dengan cara penguapan (evaporasi) dan proses
reverse osmosis, namun kedua cara tersebut memerlukan biaya yang cukup mahal
dan perawatan cukup rumit. Alternatif proses yang mungkin bisa lebih sederhana
adalah dengan menggunakan resin penukar ion. Dengan resin ini, maka garam-garam
yang terkandung akan bisa diturunkan kandungannya.
Air kotor, asin, dan
payau mempunyai karakteristik yang dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu
karakteristik fisik, karakteristik kimia, dan karakteristik biologi.
Air laut memiliki warna
bening, mengandung garam yang cukup tinggi dan dinyatakan dengan persentase
salinitas, dengan kandungan garam sekitar 3,5% wt. Sebaran salinitas di laut
dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah
hujan, dan aliran sungai.
Sumber air tersebut dapat
diolah menjadi air bersih dan layak minum dengan teknologi tertentu, yang
populer di masyarakat umum dengan nama air minum isi ulang. Untuk memenuhi
kebutuhan akan air tawar, manusia telah mengembangkan sistem pengolahan air
kotor, asin, dan payau dengan teknologi membrane semipermeabel. Membran
semipermeabel adalah suatu selaput penyaring skala molekul yang dapat ditebus
oleh molekul air dengan mudah, tetapi tidak dapat dilalui oleh molekul lain
yang lebih besar dari molekul air.
Perubahan pasang surut
akan berpengaruh secara langsung pada kapasitas dan kualitas air, terutama di
daerah sepanjang pesisir pantai. Pada daerah pesisir pantai, kapasitas air
sangat berlimpah, tetapi mengandung kadar garam yang tinggi sehingga tidak
dapat langsung dimanfaatkan. Maka dari itu, perlu dilakukan pengolahan.
Proses kerja sistem
filtrasi adalah melalui media filter ( pasir, karbon aktif, dan manganese green
sand ) serta sedimen filter ( mikro filter ). Pada tahap ini, sistem filtrasi
air hanya mampu menghilangkan kotoran berupa partikulat ( fisik ) sampai ukuran
micron.
Pada proses sedimen
filter tersebut, digunakan CF ( Cartridge Filter ) dengan ukuran pori 0,1
mikron sehingga mampu menghilangkan padatan suspended solid ( 5-30 mikron ),
koloid berukuran 1 mikron, dan mampu menghilangkan mikrobiologi seperti bakteri
dan virus. Untuk menjamin tingkat kemurnian air yang lebih baik, maka
dilanjutkaan dengan filtrasi reverse osmosis yang mampu menghilangkan
kontaminan padatan mikro, mikrobiologi, juga mampu menyaring ion-ion logam
berat. Setelah melewati tahap reverse osmosis, air ditampung pada produk tank
dan dapat disalurkan ke masyarakat yang membutuhkan.
Membran reverse osmosis
merupakan cerminan teknologi tinggi yang mana membran ini mempunyai pori-pori
yang sangat kecil. Membran reverse osmosis dapat menyaring berbagai bahan
mikroorganisme, logma berat, bakteri, virus, bahan anorganik, dan bahan bahaya
lainnya yang terlarut dalam air. Hanya molekul air saja yang dapat menembus
membran tersebut sehingga dapat menghasilkan air minum yang mencapai kemurnian
99,99%.
Reverse osmosis sebagai
teknologi penyaringan / filtrasi pertama kali dikembangkan oleh NASA untuk
memenuhi kebutuhan air minum para astronot dan memenuhi kebutuhan air minum
pada kapal selam.
Untuk membuat suata alat
pengolahan air sistem reverse osmosis, persiapan yang dilakukan sebagai berikut
:
1.
Analisis
kualitas air baku.
2.
Desain
dan konstruksi.
3.
Perakitan
dan instalasi.
4.
Uji
coba dan pelatihan di lapangan.
Sistem pengolahan air
sangat bergantung pada kualitas air baku diolah. Kualitas air baku yang buruk
akan membutuhkan sistem pengolahan yang lebih rumit.
No comments:
Post a Comment