Monday, June 3, 2019

Sinopsis Buku "Teknologi Pengolahan Air Kotor dan Payau Menjadi Air Bersih dan Layak Minum"




Judul Buku                  : Teknologi Pengolahan Air Kotor dan Payau Menjadi Air Bersih dan Layak Minum
Penulis                         : Perdamean Sebayang, Muljadi, Anggito P. Tetuko, Candra Kurniawan, Ayu Yuswita Sari, dan Lukman F. Nurdiyansah
Penerbit                       : LIPI Press
Tahun Terbit                : 2015


            Air yang merupakan senyawa H2O adalah bagian paling penting dalam kehidupan. Manusia tidak dapat dipisahkan dengan air. Hampir 85% tubuh manusia mengandung air dan semakin tinggi aktivitas, maka semakin tinggi pula air yang dibutuhkan. Manfaat dan fungsi dari air dalam tubuh manusia adalah sebagai media penghantar, nutrisi, vitamin, mineral, dan oksigen ke organ dan sel-sel tubuh.
            Air bersih dan sehat tidak hanya memiliki karakteristik air yang tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Air juga harus bebas kontaninan kimiawi atau mikrobiologi. Air bersih memiliki standar persyaratan tertentu, yaitu persyaratan fisika, kimia, dan biologi. Syarat tersebut merupakan satu kesatuan. Jika salah satu parameter tidak memenuhi syarat, maka air tersebut tidak layak untuk digunakan atau dikonsumsi. Air bersih yang tidak memenuhi standar kualitas dapat menimbulkan beragam gangguan kesehatan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Konsumsi air yang tidak layak untuk diminum akan mengganggu kesehatan karena dapat menyebabkan penyakit tipus, kolera, disentri, diare, hepatitis, dan polio.
            Masyarakat selama ini sering mengonsumsi air yang diambil dari sumur dan PDAM ( Perusahaan Daerah Air Minum ). Semakin majunya teknologi, masyarakat memilih cara yang lebih praktis dan lebih murah dalam memenuhi kebutuhan air minum yaitu air minum isi ulang.
            Sebenarnya, sumber air cukup melimpah, terutama dari sumber air asin atau payau. Berdasarkan realita ini, maka manusia berupaya untuk mengolah air kotor, asin, dan payau menjadi air bersih dan layak minum. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dan taraf kehidupan, khususnya di perkotaan, maka jumlah kebutuhan air juga akan selalu meningkat. Namun, akses untuk mendapatkan air yang bersih semakin terbatas dan mahal.
            Sumber air minum dapat berasal dari air sumur, sungai, danau, payau, dan laut. Untuk mengolah air-air tersebut agar dapat dikonsumsi, perlu teknologi pengolahan air, seperti filtrasi dan evaporasi / desalinasi.
            Pemerintah belum mampu memenuhi kebutuhan sarana sanitasi secara layak dan sehat. Sebanyak 70% sumur dangkal yang digunakan masyarakat masih tercemar bakteri Escherichia Coli ( E-Coli ). Kualitas sumber air dari sungai-sungai di Indonesia umumnya tercemar oleh limbah penduduk dan industri lainnya.
            Sumber air kotor, asin, dan payau yang biasa digunakan berasal dari air tanah. Air tanah ini menjadi salin atau asin karena instrusi air laut atau merupakan akuifer air kotor, asin, dan payau alami. Air permukaan yang payau jarang dipergunakan, tetapi mungkin dapat terjadi secara alami.
            Air kotor, asin, dan payau dapat memiliki kadar TDS sebesar 1.000-10.000mg/liter dan secara tipikal terkarakterisasi oleh kandungan karbon organik rendah dan partikulat rendah ataupun kontaminan koloid. Beberapa komponen yang terdapat dalam air kotor, asin, dan payau seperti boron dan silika memiliki konsentrasi yang bervariasi dan dapat memiliki nilai yang beragam dari satu sumber dengan sumber lainnya. Faktor penting dalam optimasi sistem reverse osmosis air kotor, asin, dan payau adalah karakteristik akurat dari air umpan yang spesifik.
            Proses reverse osmosis untuk desalinasi air kotor, asin, dan payau memiliki beberapa karakteritstik yang berbeda dengan desalinasi air laut diantaranya :
1.      Rancang bangun modul membran reverse osmosis untuk disalinasi air kotor, asin, dan payau pada umumnya hanya terdiri atas satu tahap saja mengingat kadar garam umpan yang tidak terlalu tinggi.
2.      Recovery air lebih tinggi bila dibandingkan dengan desalinasi air laut.
3.      Suhu umpan kadang-kadang sangat tinggi sehingga harus diturunkan terlebih dahulu agar tidak merusak modul.
4.      Air kotor, asin, dan payau memiliki tingkat salinitas tinggi yang berarti mengandung klorida yang tinggi pula. Air kotor, asin, dan payau mengandung kadar klorida sebesar 500-5.000 mg/liter dan memberikan rasa asin pada air. Baku mutu untuk air bersih, kadar klorida maksimum yang diperbolehkan adalah 600mg/liter.
Proses desalinasi yang selama ini dilakukan adalah dengan cara penguapan (evaporasi) dan proses reverse osmosis, namun kedua cara tersebut memerlukan biaya yang cukup mahal dan perawatan cukup rumit. Alternatif proses yang mungkin bisa lebih sederhana adalah dengan menggunakan resin penukar ion. Dengan resin ini, maka garam-garam yang terkandung akan bisa diturunkan kandungannya.
Air kotor, asin, dan payau mempunyai karakteristik yang dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu karakteristik fisik, karakteristik kimia, dan karakteristik biologi.
Air laut memiliki warna bening, mengandung garam yang cukup tinggi dan dinyatakan dengan persentase salinitas, dengan kandungan garam sekitar 3,5% wt. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran sungai.
Sumber air tersebut dapat diolah menjadi air bersih dan layak minum dengan teknologi tertentu, yang populer di masyarakat umum dengan nama air minum isi ulang. Untuk memenuhi kebutuhan akan air tawar, manusia telah mengembangkan sistem pengolahan air kotor, asin, dan payau dengan teknologi membrane semipermeabel. Membran semipermeabel adalah suatu selaput penyaring skala molekul yang dapat ditebus oleh molekul air dengan mudah, tetapi tidak dapat dilalui oleh molekul lain yang lebih besar dari molekul air.
Perubahan pasang surut akan berpengaruh secara langsung pada kapasitas dan kualitas air, terutama di daerah sepanjang pesisir pantai. Pada daerah pesisir pantai, kapasitas air sangat berlimpah, tetapi mengandung kadar garam yang tinggi sehingga tidak dapat langsung dimanfaatkan. Maka dari itu, perlu dilakukan pengolahan.
Proses kerja sistem filtrasi adalah melalui media filter ( pasir, karbon aktif, dan manganese green sand ) serta sedimen filter ( mikro filter ). Pada tahap ini, sistem filtrasi air hanya mampu menghilangkan kotoran berupa partikulat ( fisik ) sampai ukuran micron.
Pada proses sedimen filter tersebut, digunakan CF ( Cartridge Filter ) dengan ukuran pori 0,1 mikron sehingga mampu menghilangkan padatan suspended solid ( 5-30 mikron ), koloid berukuran 1 mikron, dan mampu menghilangkan mikrobiologi seperti bakteri dan virus. Untuk menjamin tingkat kemurnian air yang lebih baik, maka dilanjutkaan dengan filtrasi reverse osmosis yang mampu menghilangkan kontaminan padatan mikro, mikrobiologi, juga mampu menyaring ion-ion logam berat. Setelah melewati tahap reverse osmosis, air ditampung pada produk tank dan dapat disalurkan ke masyarakat yang membutuhkan.
Membran reverse osmosis merupakan cerminan teknologi tinggi yang mana membran ini mempunyai pori-pori yang sangat kecil. Membran reverse osmosis dapat menyaring berbagai bahan mikroorganisme, logma berat, bakteri, virus, bahan anorganik, dan bahan bahaya lainnya yang terlarut dalam air. Hanya molekul air saja yang dapat menembus membran tersebut sehingga dapat menghasilkan air minum yang mencapai kemurnian 99,99%.
Reverse osmosis sebagai teknologi penyaringan / filtrasi pertama kali dikembangkan oleh NASA untuk memenuhi kebutuhan air minum para astronot dan memenuhi kebutuhan air minum pada kapal selam.
Untuk membuat suata alat pengolahan air sistem reverse osmosis, persiapan yang dilakukan sebagai berikut :
1.      Analisis kualitas air baku.
2.      Desain dan konstruksi.
3.      Perakitan dan instalasi.
4.      Uji coba dan pelatihan di lapangan.
Sistem pengolahan air sangat bergantung pada kualitas air baku diolah. Kualitas air baku yang buruk akan membutuhkan sistem pengolahan yang lebih rumit.

No comments:

Post a Comment