Judul Buku : Ku Hidup karena Percaya
Penulis : Kennedy Jennifer dan Dhillon
Penerbit : ANDI
Tahun
Terbit : 2015
Hidup
adalah perjalanan yang indah, ketika engkau melaluinya dengan ucapan syukur dan
mengerti di atas perjalanan itu ada Tuhan yang selalu setia menjaga langkahmu.
Setiap
bayi harus belajar berjalan, setiap siswa harus belajar setiap malam, atlet
harus latihan dengan keras. Masing-masing memiliki tujuan yang indah, tetapi
masing-masing harus berjuang dahulu. Begitu juga yang dialami oleh Silas
Laurens Leimena.
Silas
Laurens Leimena adalah putra bungsu yang lahir dari pasangan Julius Josias
Leimena dan Maria Magdalena de Fretes. Ia lahir di Jakarta, pada tanggal 2
September 1934. Masa kecil Silas tidak seperti anak-anak pada umumnya. Ia tidak
dapat bersekolah karena saat itu Indonesia masih dijajah Jepang. Silas baru
bisa memulai pendidikannya di kelas delapan. Dengan berbagai upaya, akhirnya
Silas dapat menyelesaikan pendidikan hingga tingkat SMA.
Sejak
kecil, Silas memiliki cita-cita menjadi pendeta dan pilihan keduanya adalah
dokter. Akhirnya Silas menjadi mahasiswa kedokteran di Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Perjuangan panjang Silas membuahkan hasil yang manis
ketika ia dinyatakan lulus sebagai dokter.
Seusai
menyelesaikan pendidikannya, Silas ditugaskan untuk berangkat ke Banten, Jawa
Barat. Tugas yang cukup berat karena ia harus berusaha keras memberantas wabah
cacar yang menular. Ia tinggal di sekitar hutan lindung dan tidur di tempat
yang sangat memprihatinkan, yaitu di teras-teras rumah warga. Namun
perjuangannya membuahkan hasil. Wabah cacar berhasil diberantas.
Pada
tahun 1962, Silas berangkat ke Bali. Ia ditempatkan untuk praktek pertama kali
di rumah sakit yang berada di Kabupaten Gianyar, Bali. Lewat penempatan di Bali,
Silas mulai mempelajari kesehatan masyarakat atau public health. Pada tahun
1971, Silas dikirim ke Belanda dan Belgia untuk mempelajari kesehatan
masyarakat.
Perjuangan
panjang menjadi dokter di Bali membawa Silas merasakan begitu banyak pengalaman
berharga. Lewat pengalaman tersebut, tentu ada suka dan duka yang ia rasakan.
Namun, ketika ditanya perihal suka dan duka yang ia rasakan, ia menjawab lebih
banyak sukanya daripada duka.
Suatu
hari, Silas dan istrinya mengalami musibah. Pada masa itu di Gianyar tidak
terdapat banyak bank sehingga mereka menyimpan uang di laci. Saat mereka
keluar, rumah mereka dibongkar orang dan uang mereka diambil sehingga Silas
sama sekali tidak punya uang. Namun, ia dan istrinya tidak kelaparan. Sebab
akan selalu ada orang-orang menolong yang memberikan makanan. Masyarakat yang
datang berobat tidak membayar dengan uang, emas, atau perak, tetapi dengan
bahan-bahan makanan.
Silas
tetap bertahan menjadi dokter walau tidak dibayar. Ia senang melihat masyarakat
sembuh dan dapat kembali beraktivitas. Baginya, nama baik lebih baik daripada
harta kekayaan.
Perjalanannya
sebagai dokter berhenti pada tahun 1994, tepat saat ia memasuki usia 60 tahun
karena Silas pensiun. Setelah itu, ia bekerja di perusahaan swasta asing
sebagai Direktur Medis PT International Health Benefit Indonesia. Bersamaan
dengan itu, ia juga menjadi anggota MPR RI mewakili provinsi Maluku dari tahun
1993-1998.
PT International Health
Benefit adalah penyelenggara JPKN yang dulu dikenal dengan istilah AKSES. Tujuan
dibuatnya AKSES atau yang sekarang dikenal dengan istilah BPJS adalah untuk menekan
angka kematian karena kemiskinan menjadi penghalang untuk berobat. Cara
tersebut berhasil. Banyak masyarakat yang tidak mampu tertolong.
Pada tahun 2000, PT
International Health Benefit bubar dikarenakan sponsor luar negeri menarik diri
dan tidak sanggup lagi membayar tenaga kerja dan utang-utang rumah sakit.
Sekarang prinsip JKPN dipakai untuk diteruskan menjadi BPJS. Pengalaman
bubarnya PT International Health Benefit membuat Silas sedih, sebab hanya
tinggal sedikit lagi usaha mereka mencapai tujuan.
Di sisi lain, sebagai
Direktur Medis, ia tidak dapat menyelesaikan utang-utang karena kekurangan
uang. Atasan Silas yang berkewarganegaraan Australia dan yang seharusnya
bertanggung jawab meninggalkan perusahaan dan pindah ke perusahaan lain.
Setelah PT International
Health Benefit bubar, Silas benar-benar masuk dalam masa pensiunnya.
Perjalanannya sebagai dokter meninggalkan pesan yang sangat mendalam bagi
dokter-dokter muda. Ia berpesan agar setiap dokter dapat melayani dengan
kerendahan hati, ketulusan, dan kejujuran. Melayani tanpa memandang bulu,
memberikan yang terbaik dengan atau tanpa imbalan dan mengandalkan kekuatan
Tuhan setiap saat.
Perjalanan selama 32
tahun mengabdikan diri menjadi dokter bagi masyarakat merupakan sebuah
perjalanan yang tidak akan pernah bisa Silas lupakan. Waktu 32 tahun bukanlah
waktu yang sebentar, dimana berbagai peristiwa datang silih berganti di hidup
Silas, baik yang membawa suka cita maupun duka cita. Kini Silas beristirahat
dari pengabdiannya sebagai dokter. Tubuhnya yang dulu kuat telah berubah
menjadi tubuh yang renta, tetapi semangat untuk terus memberikan yang terbaik
tidak pernah padam dalam dirinya. Pada hari tuanya, Silas aktif menjadi pelayan
Tuhan di gereja GPIB Sumber Kasih dan dilanjutkan di GPIB Cinere.
Hidup bersama Tuhan dalam
pelayanan terasa sangat indah. Pada tahun 2013, Silas dinyatakan menderita
kanker. Penyakit tersebut tidak menjadi penghalang baginya untuk tetap melayani
Tuhan. Dua tahun kemudian Silas melakukan tindakan biopsi yang hasilnya
menyatakan Silas terjangkit kanker prostat stadium lanjut. Akan tetapi
pertolongan Tuhan tidak pernah terlambat. Ia ditolong teman sejawatnya ketika
menjadi dokter. Temannya itu adalah David Manuputty. Beliau memberikan terapi
hormon kepada Silas. Kondisi Silas membaik.
Sakit yang diderita Silas
menelan biaya yang cukup besar, sehingga untuk meringankan beban, akhirnya
Silas memakai fasilitas BPJS. Silas merasakan bagaimana rasanya harus ikut
mengantre dan lambatnya penanganan rumah sakit. Hal ini sangat menyedihkan.
Akhirnya anak-anak dan istrinya memutuskan untuk mengobati Silas di St. Mount
Elizabeth Hospital di Singapura. Dari hasil pemeriksaan, Silas positif mengidap
kanker prostat stadium lanjut, tetapi ia tetap tenang. Lewat semangat yang
besar, Silas dan istrinya memasuki usia pernikahannya yang ke 50 pada Januari
2015 lalu. Mereka merayakannya dengan ibadah ucapan syukur.
No comments:
Post a Comment