Monday, June 3, 2019

Sinopsis Buku "Ahok untuk Indonesia"




Judul buku                  : Ahok untuk Indonesia
Penulis                         : Asep Dudinov, Stefanus Toni, Heidy Sengkey, Piter Randan, Zulfikar Akbar, Muhammad Samin, Michael Sendow, Herry B Sancoko, Anita Godjali, Deliana Setia, Katedrarajawen, De Baron Martha, Pak De Sakimun, Heri Purnomo, Rita Kunrat, Amalia Maulana, Maria G Soemitro, Hesma Eryani, Agus Oloam, Muhammad Syukri, Shendy Adam, Yodha Haryadi, Fajarbaru, Paulus Teguh, Alimuddin Baharuddin
Penerbit                       : PT. Elex Media Komputindo
                                      Kompas Gramedia
Tahun terbit                 : 2014
Jumlah halaman           : 244 halaman


            Basuki Tjahaja Purnama lahir di Manggar, Belitung Timur, pada tanggal 29 Juni 1966. Pria yang biasa dipanggil Ahok ini memiliki nama Tionghoa yaitu Zhong Wan Xie. Ia adalah putra pertama dari Alm. Indra Tjahaja Purnama  (Tjoeng Kiem Nam) dan Buniarti Ningsing ( Boen Nen Tjauw ). Ahok memiliki tiga orang adik yaitu Basuri Tjahaja Purnama, Fifi Lety, dan Harry Basuki.
            Kehidupan masa kecil Ahok dihabiskan di Belitung, lebih tepatnya di Desa Gantung, suatu desa yang diangkat dalam novel Andrea Hirata yang kemudian diangkat ke film layar lebar yang berjudul Laskar Pelangi. Masa kecilnya yang dihabiskan di Desa Gantung sama seperti anak-anak seusianya yang suka berburu, memancing, bahkan Ahok juga seorang anak yang nakal. Sebab, semasa kecil Ahok pernah merokok dan mencuri rokok milik ayahnya. Walaupun nakal, Ahok merupakan anak yang cerdas dan pintar bahkan kerap menjadi juara kelas.
            Ahok yang merupakan anak dari etnik China dan beragama Kristen, dari awal sudah mendapat perlakuan diskriminatif dari teman-teman sebayanya. Bahkan, Ahok juga pernah diperlakukan tidak pantas oleh gurunya dan dilarang untuk menjadi penggerak bendera merah putih karena berkebangsaan Tionghoa. Namun, Ahok tidak pernah berkecil hati.
Motivasi dari ayahnya yang selalu mengajarkan kesabaran, tidak berkecil hati, dan selalu berusaha serta tidak boleh menyimpan dendam menjadikan Ahok tumbuh menjadi sosok anak yang berjiwa besar dan cerdas. Sejak kecil, ia telah diajarkan ayahnya sifat-sifat mendasar yang sangat humanistik dan berperan penting dalam membentuk jiwa dan kepribadian yang suka menolong. Ahok dididik dengan keras, namun hasil akhirnya berbuah manis di kemudian hari. Dia diajarkan untuk menjadi manusia yang berguna bagi sesamanya, diajarkan untuk tidak hanya memikirkan diri sendiri. Mentalnya dibentuk menjadi mental pembela kebenaran, bukan sebaliknya, mental rapuh dan mudah goyah oleh kilauan uang sogokan.
Ahok tinggal di Desa Gantung hingga ia selesai menamatkan pendidikan SMP. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di Jakarta. Setelah lulus SMA, Ahok melanjutkan pendidikannya di Universitas Trisakti dengan jurusan Teknik Geologi di Fakultas Teknik Mineral dan mendapatkan gelar insinyur pada tahun 1990. Ahok menyelesaikan pendidikan magisternya pada tahun 1994 dengan gelar Master Manajemen di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya.
            Bagi Ahok, perempuan adalah seorang penolong yang sepadan bagi kaum laki-laki. Di dalam debutnya di dunia politik, ia banyak ditolong oleh sang istri, Veronica Tan. Ia menikahi perempuan yang berumur lebih muda sembilan tahun darinya pada tahun 1997. Dalam pernikahannya, mereka telah dikaruniai 3 orang putra-putri bernama Nicholas Sean Purnama, Nathania, dan Daud Albeenner.
            Awalnya, Ahok memutuskan untuk masuk ke dunia politik dan bergabung di partai kecil yaitu Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PIB), dia langsung dipercaya menjadi salah satu anggota DPRD Belitung Timur pada periode 2004-2009. Ahok langsung tampil dan menunjukkan integritas dengan menjadi satu-satunya wakil rakyat yang berani secara langsung bertemu dengan rakyat.
            Ahok dicintai dan disayangi rakyatnya sehingga rakyatnya meminta dirinya maju menjadi calon Bupati Belitung Timur pada tahun 2005 meskipun dirinya baru tujuh bulan menjabat di DPRD. Gaya kampanyenya yang selalu mengedepankan kepercayaan masyarakat dan tanpa politik uang membawanya menjadi Bupati Belitung Timur 2005-2010.
            Semasa memimpin Belitung Timur, Ahok mampu melaksanakan program kerakyatan, dari rakyat untuk rakyat dan kembali kepada rakyat, pelayanan kesehatan, dan sekolah gratis hingga tingkat SMA, pembenahan infrastruktur hingga ke pelosok desa serta pembenahan pelayanan publik bahkan transparansi dalam pengelolaan keuangan selalu ditonjolkan Ahok dalam memimpin Belitung Timur.
            Pada Pemilu 2009, Ahok maju dari Partai Golkar untuk berkiprah membawa aspirasi masyarakat Bangka Belitung di Senayan. Akhirnya, ia berhasil berkiprah di pusat sebagai anggota DPR RI dari Bangka Belitung. Dalam kiprahnya di DPR RI, gebrakan dan naluri ketegasan Ahok terus terasah. Ahok menjadi sosok yang vokal dan bicara apa adanya sesuai dengan fakta, sehingga ia mampu menjadi pionir penggerak antikorupsi, transparansi, dan profesional dalam bekerja menjadi wakil rakyat di pusat.
            Kemudian, dalam Pilkada Jakarta mencari pemimpin, sosok Ahok kembali tampil sebagai salah satu kandidat pemimpin Jakarta. Ahok mendapat tawaran dari beberapa kandidat yang akan maju seperti Fauzi Bowo, Nono Sampono, dan calon independen karena Ahok telah terbukti rekam jejaknya. Namun, Ahok menolak sampai sosok Wali Kota Solo, Jokowi mampu menaklukkan hati Ahok yang memang sama-sama satu visi menjadi Jakarta Baru untuk Indonesia. Akhirnya, Jokowi-Ahok maju dari PDIP dan Partai Gerindra sebagai salah satu kandidat calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 2012.
            Banyak yang meragukan pasangan ini akan mampu meraih simpati masyarakat Jakarta. Tetapi, kepercayaan penuh masyarakat terhadap dua sosok fenomenal dari Solo dan Bangka Belitung ini mampu meraih simpati masyarakat dengan perolehan suara yang mengungguli pasangan Foke-Nara. Jokowi-Ahok kemudian berhasil memenangkan Pilkada DKI Jakarta dan terpilih sebagai pemimpin Jakarta.
            Ahok memosisikan dirinya sebagai sosok wagub yang bekerja secara profesional dan menciptakan birokrasi yang transparan. Jokowi terkenal dengan istilah blusukan dan dekat dengan masyarakat, sementara Ahok memosisikan diri untuk melakukan pembenahan di dalam dan mengambil sebuah kebijakan dengan tegas dan mengikuti aturan. Kombinasi dua sosok yang berbeda ini, perlahan mampu mengubah wajah Jakarta menjadi lebih baik dalam waktu yang singkat.
            Ahok seperti tidak kenal takut membabat habis pelanggaran yang tidak sesuai dengan Peraturan Daerah yang ada di Jakarta. Ahok tidak akan gentar berhadapan dengan apa dan siapa sepanjang berpegang teguh pada peraturan yang memang sudah digariskan.
            Gaya kepemimpinan lugas sebagaimana ditunjukkan oleh Ahok sebenarnya diperlukan dan penting sebagai ciri kepemimpinan dalam budaya politik modern. Masalah sosial, ekonomi, dan politik didiskusikan secara terbuka dan memakai logika politik sebagaimana dalam kehidupan demokrasi masyarakat modern.
            Gaya komunikasi Ahok tidak habis-habisnya menjadi sorotan. Berbagai istilah dilontarkan untuk menilai Ahok. Dari tidak sopan, tidak santun, arogan, dan istilah-istilah lainnya yang seolah menyudutkan. Gaya ceplas-ceplos orang nomor dua di DKI ini dapat membuat telinga panas. Namun, itulah karakter seorang Ahok.
            Gayanya yang lugas dan berani marah terkadang dinilai sebagai pemantik permusuhan dan tidak sopan. Padahal, berani marah  adalah kelebihan Ahok. Karena jika ia tidak marah, segala program untuk mengubah ibu kota menjadi “Jakarta Baru” bakal tersendat. Jika ia tidak marah, Jakarta akan tetap menjadi “Jakarta Lama”. Itulah yang membuatnya berani marah dan membuatnya berbeda dari sekian banyak wagub sebelumnya.
            Ahok dikategorikan sebagai tipe koleris. Orang bertipe koleris ini memang sangat tegas dalam memimpin. Dia bisa menjadi seorang pemimpin sejati yang senantiasa disegani oleh orang-orang di sekitarnya. Ia memiliki disiplin tinggi dan sangat bertanggung jawab pada pekerjaannya. Bahkan, ia tak tanggung-tanggung untuk menyingkirkan siapa saja yang akan menghambatnya. Hal ini menjadikannya terkesan galak dan selalu berbicara keras. Sikap ini juga dimilki Ahok, hingga akhirnya memberikan kesan arogan.
            Walaupun punya jiwa koleris yang kuat, Ahok tetap harus di bawah koordinasi gubernur yang merupakan pemimpin utama. Ahok harus ingat bahwa ia hanya menyandang gelar wakil gubernur, bukan gubernur.
            Ahok adalah orang yang taat pada konstitusi. Bahkan ia pernah mengatakan “Kalaupun saya harus mati, saya siap mati untuk konstitusi”. Bagi Ahok, penekanan kepada taat konstitusi adalah hal yang vital dan prinsipil. Dari sinilah sebenarnya awal dari permasalahan besar yang dihadapi masyarakat Indonesia, khususnya DKI Jakarta yang penuh dengan pelanggaran-pelanggaran konstitusi. Permasalahan macet, banjir, korupsi, kemiskinan, dan lain-lain, jika ditelusuri hingga hulu akan bertemu dengan yang namanya pelanggaran-pelanggaran konstitusi.
            Dalam beberapa sikapnya, Ahok telah memperlihatkan konsistensi akan pilihan mengutamakan amanat konstitusi daripada larut dalam polemik. Jika kepemimpinan semacam Ahok menular atau dicontoh oleh pemimpin lain di seluruh negeri dan setiap level pemerintahan, niscaya kehadiran negara akan semakin terasa di tengah kehidupan sosial masyarakat dan makna kemerdekaan juga akan dirasakan oleh rakyat. Praktik konstitusi jauh lebih bermakna dibandingkan  memperbanyak konsep dan wacana tentang Pancasila dan UUD 1945.
            Ahok merupakan sosok yang patut dicontoh. Dia berupaya menggunakan kekuasaannya sebagai orang nomor dua di DKI Jakarta untuk mengubah Jakarta ke arah yang lebih baik. Menurutnya, kekuasaan itu hanyalah alat untuk mencapai tujuan, bukanlah tujuan itu sendiri. Maka, jika kekuasaan itu telah digenggam, harus dilaksanakan sebaik-baiknya karena merupakan amanat rakyat yang diberikan kepadanya.
            Berbagai langkah-langkah telah ditempuh Jokowi-Ahok dalam rangka memajukan DKI Jakarta  sebagaimana yang telah dijanjikan kepada rakyat Jakarta saat kampanye. Sedikit demi sedikit mulai tampak keberhasilan dari gebrakan Jokowi-Ahok. Berikut enam gebrakan Ahok selama hampir satu tahun menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta yang telah memberikan hasil yang dapat dirasakan oleh masyarakat dan juga mulai menunjukkan tanda-tanda positif yang akan menjadikan Jakarta sebagai kota yang tertib, maju dan sejahtera lebih dari sebelumnya.
1.      Pemangkasan dan transparasi anggaran Pemprov DKI Jakarta.
2.      Perbaikan pengelolaan Rusun Marunda.
3.      Perbaikan pelayanan birokrasi Pemprov DKI Jakarta.
4.      Penggunaan teknologi komunikasi dan informasi.
5.      Menertibkan pedagang kaki lima di Pasar Tanah Abang.
6.      Promosi pulau-pulau di wilayah Jakarta sebagai tempat wisata.
Bursa capres 2014 kian hangat dengan melejitnya popularitas Jokowi sebagai capres terkuat versi rakyat. Saat ini, masyarakat kian kuat mendesak agar Jokowi maju sebagai capres 2014. Jika Jokowi maju sebagai capres 2014, maka otomatis Jakarta akan dipimpin Ahok sebagai gubernur. Ahok menjadi gubernur? Itulah ketakutan terbesar dan batu sandungan yang harus dilewati oleh para pendukung pencapresan Jokowi pada 2014. Lalu, apakah Ahok mampu memimpin Jakarta jika menjadi Gubernur DKI Jakarta pada 2014 mendatang? Soal kapabilitas, Ahok sangat mampu memimpin Jakarta dan bisa membawa Jakarta menjadi kota yang lebih baik. Namun, belum tentu semua warga Jakarta bisa menerima Ahok dengan segala latar belakangnya. Inilah yang menjadi tantangan terberat pada pencapresan Jokowi pada 2014.
Ada juga kemungkinan Ahok menjadi cawapres alternatif yang layak diperhitungkan sebagai bakal pendamping Jokowi jika ingin menyempurnakan kekuatannya.

No comments:

Post a Comment