Judul buku : Ahok untuk Indonesia
Penulis :
Asep Dudinov, Stefanus Toni, Heidy Sengkey, Piter Randan, Zulfikar Akbar,
Muhammad Samin, Michael Sendow, Herry B Sancoko, Anita Godjali, Deliana Setia,
Katedrarajawen, De Baron Martha, Pak De Sakimun, Heri Purnomo, Rita Kunrat,
Amalia Maulana, Maria G Soemitro, Hesma Eryani, Agus Oloam, Muhammad Syukri,
Shendy Adam, Yodha Haryadi, Fajarbaru, Paulus Teguh, Alimuddin Baharuddin
Penerbit : PT. Elex Media
Komputindo
Kompas Gramedia
Tahun terbit : 2014
Jumlah halaman : 244 halaman
Basuki
Tjahaja Purnama lahir di Manggar, Belitung Timur, pada tanggal 29 Juni 1966.
Pria yang biasa dipanggil Ahok ini memiliki nama Tionghoa yaitu Zhong Wan Xie.
Ia adalah putra pertama dari Alm. Indra Tjahaja Purnama (Tjoeng Kiem Nam) dan Buniarti Ningsing (
Boen Nen Tjauw ). Ahok memiliki tiga orang adik yaitu Basuri Tjahaja Purnama,
Fifi Lety, dan Harry Basuki.
Kehidupan
masa kecil Ahok dihabiskan di Belitung, lebih tepatnya di Desa Gantung, suatu
desa yang diangkat dalam novel Andrea Hirata yang kemudian diangkat ke film
layar lebar yang berjudul Laskar Pelangi. Masa kecilnya yang dihabiskan di Desa
Gantung sama seperti anak-anak seusianya yang suka berburu, memancing, bahkan
Ahok juga seorang anak yang nakal. Sebab, semasa kecil Ahok pernah merokok dan
mencuri rokok milik ayahnya. Walaupun nakal, Ahok merupakan anak yang cerdas
dan pintar bahkan kerap menjadi juara kelas.
Ahok
yang merupakan anak dari etnik China dan beragama Kristen, dari awal sudah
mendapat perlakuan diskriminatif dari teman-teman sebayanya. Bahkan, Ahok juga
pernah diperlakukan tidak pantas oleh gurunya dan dilarang untuk menjadi
penggerak bendera merah putih karena berkebangsaan Tionghoa. Namun, Ahok tidak
pernah berkecil hati.
Motivasi dari ayahnya
yang selalu mengajarkan kesabaran, tidak berkecil hati, dan selalu berusaha
serta tidak boleh menyimpan dendam menjadikan Ahok tumbuh menjadi sosok anak
yang berjiwa besar dan cerdas. Sejak kecil, ia telah diajarkan ayahnya
sifat-sifat mendasar yang sangat humanistik dan berperan penting dalam
membentuk jiwa dan kepribadian yang suka menolong. Ahok dididik dengan keras,
namun hasil akhirnya berbuah manis di kemudian hari. Dia diajarkan untuk
menjadi manusia yang berguna bagi sesamanya, diajarkan untuk tidak hanya
memikirkan diri sendiri. Mentalnya dibentuk menjadi mental pembela kebenaran,
bukan sebaliknya, mental rapuh dan mudah goyah oleh kilauan uang sogokan.
Ahok tinggal di Desa
Gantung hingga ia selesai menamatkan pendidikan SMP. Ia kemudian melanjutkan
pendidikannya di Jakarta. Setelah lulus SMA, Ahok melanjutkan pendidikannya di
Universitas Trisakti dengan jurusan Teknik Geologi di Fakultas Teknik Mineral
dan mendapatkan gelar insinyur pada tahun 1990. Ahok menyelesaikan pendidikan
magisternya pada tahun 1994 dengan gelar Master Manajemen di Sekolah Tinggi
Manajemen Prasetiya Mulya.
Bagi
Ahok, perempuan adalah seorang penolong yang sepadan bagi kaum laki-laki. Di
dalam debutnya di dunia politik, ia banyak ditolong oleh sang istri, Veronica
Tan. Ia menikahi perempuan yang berumur lebih muda sembilan tahun darinya pada
tahun 1997. Dalam pernikahannya, mereka telah dikaruniai 3 orang putra-putri
bernama Nicholas Sean Purnama, Nathania, dan Daud Albeenner.
Awalnya,
Ahok memutuskan untuk masuk ke dunia politik dan bergabung di partai kecil
yaitu Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PIB), dia langsung dipercaya menjadi
salah satu anggota DPRD Belitung Timur pada periode 2004-2009. Ahok langsung
tampil dan menunjukkan integritas dengan menjadi satu-satunya wakil rakyat yang
berani secara langsung bertemu dengan rakyat.
Ahok
dicintai dan disayangi rakyatnya sehingga rakyatnya meminta dirinya maju
menjadi calon Bupati Belitung Timur pada tahun 2005 meskipun dirinya baru tujuh
bulan menjabat di DPRD. Gaya kampanyenya yang selalu mengedepankan kepercayaan
masyarakat dan tanpa politik uang membawanya menjadi Bupati Belitung Timur
2005-2010.
Semasa
memimpin Belitung Timur, Ahok mampu melaksanakan program kerakyatan, dari
rakyat untuk rakyat dan kembali kepada rakyat, pelayanan kesehatan, dan sekolah
gratis hingga tingkat SMA, pembenahan infrastruktur hingga ke pelosok desa
serta pembenahan pelayanan publik bahkan transparansi dalam pengelolaan
keuangan selalu ditonjolkan Ahok dalam memimpin Belitung Timur.
Pada
Pemilu 2009, Ahok maju dari Partai Golkar untuk berkiprah membawa aspirasi
masyarakat Bangka Belitung di Senayan. Akhirnya, ia berhasil berkiprah di pusat
sebagai anggota DPR RI dari Bangka Belitung. Dalam kiprahnya di DPR RI,
gebrakan dan naluri ketegasan Ahok terus terasah. Ahok menjadi sosok yang vokal
dan bicara apa adanya sesuai dengan fakta, sehingga ia mampu menjadi pionir
penggerak antikorupsi, transparansi, dan profesional dalam bekerja menjadi
wakil rakyat di pusat.
Kemudian,
dalam Pilkada Jakarta mencari pemimpin, sosok Ahok kembali tampil sebagai salah
satu kandidat pemimpin Jakarta. Ahok mendapat tawaran dari beberapa kandidat
yang akan maju seperti Fauzi Bowo, Nono Sampono, dan calon independen karena
Ahok telah terbukti rekam jejaknya. Namun, Ahok menolak sampai sosok Wali Kota
Solo, Jokowi mampu menaklukkan hati Ahok yang memang sama-sama satu visi
menjadi Jakarta Baru untuk Indonesia. Akhirnya, Jokowi-Ahok maju dari PDIP dan
Partai Gerindra sebagai salah satu kandidat calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI
Jakarta 2012.
Banyak
yang meragukan pasangan ini akan mampu meraih simpati masyarakat Jakarta.
Tetapi, kepercayaan penuh masyarakat terhadap dua sosok fenomenal dari Solo dan
Bangka Belitung ini mampu meraih simpati masyarakat dengan perolehan suara yang
mengungguli pasangan Foke-Nara. Jokowi-Ahok kemudian berhasil memenangkan
Pilkada DKI Jakarta dan terpilih sebagai pemimpin Jakarta.
Ahok
memosisikan dirinya sebagai sosok wagub yang bekerja secara profesional dan
menciptakan birokrasi yang transparan. Jokowi terkenal dengan istilah blusukan
dan dekat dengan masyarakat, sementara Ahok memosisikan diri untuk melakukan
pembenahan di dalam dan mengambil sebuah kebijakan dengan tegas dan mengikuti
aturan. Kombinasi dua sosok yang berbeda ini, perlahan mampu mengubah wajah
Jakarta menjadi lebih baik dalam waktu yang singkat.
Ahok
seperti tidak kenal takut membabat habis pelanggaran yang tidak sesuai dengan
Peraturan Daerah yang ada di Jakarta. Ahok tidak akan gentar berhadapan dengan
apa dan siapa sepanjang berpegang teguh pada peraturan yang memang sudah
digariskan.
Gaya
kepemimpinan lugas sebagaimana ditunjukkan oleh Ahok sebenarnya diperlukan dan
penting sebagai ciri kepemimpinan dalam budaya politik modern. Masalah sosial,
ekonomi, dan politik didiskusikan secara terbuka dan memakai logika politik
sebagaimana dalam kehidupan demokrasi masyarakat modern.
Gaya
komunikasi Ahok tidak habis-habisnya menjadi sorotan. Berbagai istilah
dilontarkan untuk menilai Ahok. Dari tidak sopan, tidak santun, arogan, dan
istilah-istilah lainnya yang seolah menyudutkan. Gaya ceplas-ceplos orang nomor
dua di DKI ini dapat membuat telinga panas. Namun, itulah karakter seorang
Ahok.
Gayanya
yang lugas dan berani marah terkadang dinilai sebagai pemantik permusuhan dan
tidak sopan. Padahal, berani marah adalah kelebihan Ahok. Karena jika ia tidak
marah, segala program untuk mengubah ibu kota menjadi “Jakarta Baru” bakal
tersendat. Jika ia tidak marah, Jakarta akan tetap menjadi “Jakarta Lama”.
Itulah yang membuatnya berani marah dan membuatnya berbeda dari sekian banyak
wagub sebelumnya.
Ahok
dikategorikan sebagai tipe koleris. Orang bertipe koleris ini memang sangat
tegas dalam memimpin. Dia bisa menjadi seorang pemimpin sejati yang senantiasa
disegani oleh orang-orang di sekitarnya. Ia memiliki disiplin tinggi dan sangat
bertanggung jawab pada pekerjaannya. Bahkan, ia tak tanggung-tanggung untuk
menyingkirkan siapa saja yang akan menghambatnya. Hal ini menjadikannya
terkesan galak dan selalu berbicara keras. Sikap ini juga dimilki Ahok, hingga
akhirnya memberikan kesan arogan.
Walaupun
punya jiwa koleris yang kuat, Ahok tetap harus di bawah koordinasi gubernur
yang merupakan pemimpin utama. Ahok harus ingat bahwa ia hanya menyandang gelar
wakil gubernur, bukan gubernur.
Ahok
adalah orang yang taat pada konstitusi. Bahkan ia pernah mengatakan “Kalaupun
saya harus mati, saya siap mati untuk konstitusi”. Bagi Ahok, penekanan kepada
taat konstitusi adalah hal yang vital dan prinsipil. Dari sinilah sebenarnya
awal dari permasalahan besar yang dihadapi masyarakat Indonesia, khususnya DKI
Jakarta yang penuh dengan pelanggaran-pelanggaran konstitusi. Permasalahan
macet, banjir, korupsi, kemiskinan, dan lain-lain, jika ditelusuri hingga hulu
akan bertemu dengan yang namanya pelanggaran-pelanggaran konstitusi.
Dalam
beberapa sikapnya, Ahok telah memperlihatkan konsistensi akan pilihan
mengutamakan amanat konstitusi daripada larut dalam polemik. Jika kepemimpinan
semacam Ahok menular atau dicontoh oleh pemimpin lain di seluruh negeri dan
setiap level pemerintahan, niscaya kehadiran negara akan semakin terasa di
tengah kehidupan sosial masyarakat dan makna kemerdekaan juga akan dirasakan
oleh rakyat. Praktik konstitusi jauh lebih bermakna dibandingkan memperbanyak konsep dan wacana tentang
Pancasila dan UUD 1945.
Ahok
merupakan sosok yang patut dicontoh. Dia berupaya menggunakan kekuasaannya
sebagai orang nomor dua di DKI Jakarta untuk mengubah Jakarta ke arah yang
lebih baik. Menurutnya, kekuasaan itu hanyalah alat untuk mencapai tujuan,
bukanlah tujuan itu sendiri. Maka, jika kekuasaan itu telah digenggam, harus
dilaksanakan sebaik-baiknya karena merupakan amanat rakyat yang diberikan
kepadanya.
Berbagai
langkah-langkah telah ditempuh Jokowi-Ahok dalam rangka memajukan DKI Jakarta sebagaimana yang telah dijanjikan kepada
rakyat Jakarta saat kampanye. Sedikit demi sedikit mulai tampak keberhasilan
dari gebrakan Jokowi-Ahok. Berikut enam gebrakan Ahok selama hampir satu tahun
menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta yang telah memberikan hasil yang
dapat dirasakan oleh masyarakat dan juga mulai menunjukkan tanda-tanda positif
yang akan menjadikan Jakarta sebagai kota yang tertib, maju dan sejahtera lebih
dari sebelumnya.
1.
Pemangkasan
dan transparasi anggaran Pemprov DKI Jakarta.
2.
Perbaikan
pengelolaan Rusun Marunda.
3.
Perbaikan
pelayanan birokrasi Pemprov DKI Jakarta.
4.
Penggunaan
teknologi komunikasi dan informasi.
5.
Menertibkan
pedagang kaki lima di Pasar Tanah Abang.
6.
Promosi
pulau-pulau di wilayah Jakarta sebagai tempat wisata.
Bursa capres 2014 kian
hangat dengan melejitnya popularitas Jokowi sebagai capres terkuat versi rakyat.
Saat ini, masyarakat kian kuat mendesak agar Jokowi maju sebagai capres 2014.
Jika Jokowi maju sebagai capres 2014, maka otomatis Jakarta akan dipimpin Ahok
sebagai gubernur. Ahok menjadi gubernur? Itulah ketakutan terbesar dan batu
sandungan yang harus dilewati oleh para pendukung pencapresan Jokowi pada 2014.
Lalu, apakah Ahok mampu memimpin Jakarta jika menjadi Gubernur DKI Jakarta pada
2014 mendatang? Soal kapabilitas, Ahok sangat mampu memimpin Jakarta dan bisa
membawa Jakarta menjadi kota yang lebih baik. Namun, belum tentu semua warga
Jakarta bisa menerima Ahok dengan segala latar belakangnya. Inilah yang menjadi
tantangan terberat pada pencapresan Jokowi pada 2014.
Ada juga kemungkinan Ahok
menjadi cawapres alternatif yang layak diperhitungkan sebagai bakal pendamping
Jokowi jika ingin menyempurnakan kekuatannya.